Kamis, 12 Januari 2012

Pembiayaan Pembangunan dengan Hutang Luar Negeri ; Apakah Efektif?

Sudah menjadi rahasia umum bahwasannya Indonesia masih sangat menggantungkan pembiayaan pembangunan dengan modal yang bersumber dari hutang luar negeri. Dari tahun ke tahun hutang ini kian menumpuk hingga semakin banyak muncul argumen pro dan kontra akan hutang ini. Sebenarnya, seberapa efektifkah pembiayaan pembangunan dengan hutang luar negeri ini?
Menurut pasal 169-171 UU no. 32 tahun 2004, salah satu smber pendapatan bagi pemerintah daerah adalah dengan melakukan pinjaman dari dalam atau luar negeri dengan persetujuan DPRD. Hal tersebut sejalan dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang menyatakan bahawa daerah dapat melakukan pembiayaan daerah melalui berbagai alternatif sumber pembiayaan baru. Misalkan dengan melakukan hutang daerah (local government debt), hutang luar negeri, maupun dengan penjualan obligasi pemerintah daerah kepada masyarakat.
Bila ditinjau dari sisi positif mengenai pembiayaan dengan hutang luar negeri ini, Menurut Devas et.al (1999:221) penggunaan dana pinjaman merupakan salah satu pilihan pembiayaan pembangunan yang memegang peranan penting dalam membuka peluang investasi, dan membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat banyak. Menurutnya, pinjaman daerah dibenarkan karena :
1. Dengan cara meminjam dana untuk menanam modal, pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan di wilayahnya dibandingkan dengan jika kegiatan pembangunannya hanya bergantung pada penerimaan berjalan.
2. Karena manfaat penanaman modal baru dapat dipetik setelah jangka waktu yang panjang, maka sudah seharunya jika biaya dipikul oleh mereka yang akan menikmati manfaatnya dimasa yang akan datang.
Di sisi lain, pembiayaan pembangunan dengan hutang luar negeri ini memiliki dampak negatif. Pada dasarnya, pinjaman juga memiliki konsekuensi. yaitu kewajiban untuk mengembalikan angsuran pokok pinjaman yang disertai dengan bunga, biaya administrasi, serta denda. Oleh karena itu pemerintah harus berhati-hati apabila akan mengambil keputusan untuk melakukan pinjaman.
Hutang luar negeri yang disalurkan oleh negara maju ke negara yang sedang berkembang dan atau negara miskin tidak dilakukan atas dasar kemanusiaan, tetapi dilakukan atas dasar motivasi ekonomi bahkan politik. Hutang luar negeri tidak akan disalurkan tanpa ada keuntungan yang diperoleh negara pemberi hutang. Sesuai amanat dari GBHN bahwa tingkat hutang luar negeri perlu dikurangi, pembahasan ini lebih memfokuskan pada analisis terhadap hutang luar negeri berikut permasalahan dan agenda ke depannya.
Permasalahan hutang luar negeri sekarang telah menjadi fokus perhatian utama meski pada awalnya sendiri hutang luar negeri seperti dimanatkan oleh GBHN tahun 1973 hanya sebagai pelengkap dan pembantu akan tetapi dalam perjalanannya telah terjadi penumpukan stok hutang luar negeri yang relatif tinggi. Posisi hutang yang sudah tinggi tersebut membawa konsekuensi logis pada beban pembayarannya. Pembiayaan pembangunan melalui dana pinjaman tersebut juga berpotensi merusak struktur ekonomi secara keseluruhan, atau menjerat Pemerintah dengan beban hutang yang tinggi.
Indonesia saat ini mengalami situasi apa yang disebut Fisher Paradox dalam hubungannya dengan hutang luar negerinya, yaitu situasi semakin banyak cicilan hutang luar negeri dilakukan semakin besar akumulasi hutang luar negerinya. Ini disebabkan cicilan plus bunga hutang luar negeri secara substansial dibiayai oleh hutang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga hutang luar negeri lebih besar dari nilai hutang baru, maka terjadilah apa yang disebut net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak-pihak kreditor asing.
Salah satu bentuk hutang luar ini adalah hutang ADB yang diduga bisa mengentaskan kemiskinan, namun sebaliknya program dan hutang ini semakin memperlebar jurang ketidakadilan, terutama terhadap kaum yang paling rentan: petani, buruh, nelayan, dan perempuan.Faktanya, pengerukan ekonomi-politik yang terjadi saat ini di sektor mineral dan batubara, pertambangan, migas, pertanian dan kelautan sebenarnya dialirkan ke negara-negara maju. Dalam kasus ini, sebenarnya negara-negara miskin dan berkembanglah yang memberikan dana dengan ‘murah’ kepada negara-negara maju. Negara maju macam Amerika Serikat dan Jepang—yang notabene adalah pemodal utama lembaga keuangan seperti ADB—kemudian seakan-akan “menyalurkan” bantuan terhadap negara miskin dan berkembang.
Jadi, ditinjau dari segi positif dan negatifnya, apakah pembiayaan pembangunan yang bersumber pada hutang luar negeri masih efektif?
Indonesia dalam pembiayaan pembangunan memang belum mampu sepenuhnya mandiri. Namun akan lebih baik jika setiap pemerintah lebih mengutamakan untuk lebih berinisiatif dan berinovasi untuk mengembangkan skema-sekam pembiayaan yang dapat mengatasi ketergantungannya pada pembiayaan eksternal lewat peningkatan sumberdaya dalam negeri.
Sebagai contoh Kota Singapura sudah melakukannya, melalui reformasi fiskal, Kota Singapura telah mengatasi dampak krisis ekonomi sekaligus meminimalisasi pinjaman luar negeri. Reformasi ekonomi ini diberlakukannya melalui pemberian pajak efektif bagi warga negaranya, pajak efektif terhadap perusahaan nasional dan trans-nasional, pemberantasan korupsi, pencegahan capital flight serta upaya mengembalikan dana korupsi yang disimpan di luar negeri.
Dalam membangun perkotaan melalui pembiayaan pembangunan yang sehat perlu diupayakan perubahan arah dan paradigma ekonomi mikro dan makro. Baik warga dan Pemerintah harus menyadari bahwa pembiayaan dalam pembangunan perkotaan merupakan tanggung jawab semua warga negara. Semua harus turut berpartisipasi. Misalnya melalui Forced Capital di Singapura, dimana baik Perdana Menteri hingga pekerja konstruksi harus membayar Tabungan Pembangunan dalam jumlah yang sama, walau keduanya dikenakan nilai pajak pendapatan yang berbeda.
Pemerintah pun harus tanggap. Pembiayaan pembangunan harus efektif dan efisien. Pembiayaan pembangunan harus diutamakan untuk pembangunan bukan untuk belanja pegawai. Pemberian subsidi pun harus selektif. Hutang luar negeri harus secepatnya diposisikan kembali hanya sebagai pelengkap dan bersifat sementara seperti dulu ditetapkan waktu menyusun Repelita I dan Repelita II. Dengan merumuskan kembali peran lembaga keuangan terkait keterlibatannya dalam perumusan kebijakan ekonomi, melalui good policy and good governance maka pembiayaan pembangunan perkotaan yang efektif, efesien demi keberlanjutan pembangunan di pekotaan akan dapat terwujud.

2 komentar:

  1. beberapa damak negatif yang telah anda jelaskan saya rasa harus diwadahi dan diberi porsi lebih, bagaimana tidak,dengan pembangunan diberbagai daerah banyak sekali kendalanya, yang berujung pada kegagalan pembangunan di suatu daerah. banyaknya pembangunan yang dilakukan dan yang telah dianggarkan dalam APBD, saat ditinjau ulang hanya beberapa yang berhasil. mungkin jarang kita ketahui pembangunan yang gagal, karena yang disorot oleh media adalah pembangunan yang sekiranya berhasil, sedang yang gagal?tidak di sebaruaskan sama sekali tapi malah cenderung ditutupi. salah satu kegagalannya adalah semakin banyaknya tingkat korupsi di Indonesia. Coba bayangkan jumlah rupiah yang dikorupsi oleh para korutor apabila dignakan untuk pembangunan daerah tertinggal misalnya,pasti tidak akan terlalu menggantungkan pada hutang luar negeri. dibalik itu semua, secara tidak langsung negara Indinesia telah menyerahkan negaranya untuk dikendalikan oleh negara asing karena hutang2 yang semakin menumpuk..semangat membangun bangsa wahai pemuda Indonesia

    BalasHapus
  2. Halo, aku Mrs. Iman, A pemberi pinjaman kredit swasta yang meminjamkan kesempatan waktu hidup. Apakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda atau Anda membutuhkan pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda? Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan pinjaman konsolidasi atau hipotek? mencari lebih karena kami berada di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda sesuatu dari masa lalu. Pinjaman untuk individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi dalam bisnis pada tingkat 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu Anda bahwa kami memberikan bantuan handal dan penerima dan akan bersedia untuk menawarkan loans.so menghubungi kami hari ini faithchristianloan@gmail.com
    Peminjam Informasi: Nama lengkap: _______________ Negara: __________________ Jenis Kelamin: ______________________ Umur: ______________________ Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______ durasi Pinjaman: ____________ Tujuan pinjaman: _____________ Nomor telepon: ________
    mrs Iman

    BalasHapus