Selasa, 31 Januari 2012

bank Sayriah gooooo

F. Konsep Dasar Bank Syariah
Bank Islam atau di Indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga keungan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sector riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaaan kegiatan usaha, atatu kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai Syariah yang bersifat makro maupun mikro.
Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, system zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil), dan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sementara itu, nilai-nilai mikro yang harus dimiliki oleh pelaku perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
1. Konsep Operasi
Seperti telah disebutkan di atas, bank syariah adalah lemabaga keungan yang berfungsi memperlancar mekanisme otonomi di sector riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan/perbankan bagi para nasabah. Mekanisme kerja bank syariah adalah sebagai berikut. Bank syariah melakukan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui deposito/investasi maupun titipan giro dan tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri (nonbagi hasil/ trade financing) dan investasi dengan pihak lain (bagi hasil/investment financing). Ketika da hasil (keuntungan), maka bagian keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan. Di samping itu, bank Syariah dapt memberikan berbagai jasa perbankan kepada nasabahnya (lihat gambar 11).











Secara teori bank syariah menggunakan konsep two tier mudharaba (mudharabah dua tingkat), yaitu bank syariah berfungsi dan beroperasi sebagai institusi intermediasi investasi yang menggunakan akad mudharabah pada kegiatan pendanaan (pasiva) maupun pembiayaan (aktiva). Dalam pendanaan bank syariah bertindak sebagai pengusaha atau mudharib, sedangkan dalam pembiayaan bank syariah bertindak sebagai pemilik dana atau shahibul maal. Selain itu, bank syariah juga dapat bertindak sebagai agen investasi yang mempertemukan pemilik dana dan pengusaha (lihat gambar 12).
Apabila dilihat lebih rinci, maka alur operasi bank syariah dari proses pendanaan, pembiayaan, dan kegiatan lainnya dapat diilustrasikan seperti Gambar 13.
Pada gambar 13 dapat dijelaskan bahwa dana yang dihimpun melalui prinsip wadiah yad dhamanah, mudharabah mutlaqah, ijarah, dan lain-lain, serta setoran modal dimasukkan ke dalam pooling fund. Pooling fund ini kemudian dipergunakan dalam penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba.
Sesuai kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan masing-masing nasabah (mudharib atau mitra usaha); dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuntungan ; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal. Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendaptan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain, seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi lainnya.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa esensi dan karakteristik bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dirangkum dalam Tabel 3.

Bank Konvensional Bank Syariah
Fungsi dan Kegiatan Bank Intermediasi, Jasa Keuangan Intermediasi, Manager Investasi, Investor, Sosial, Jasa Keuangan
Mekanisme dan Objek Usaha Tidak antiriba dan antimaysir Antiriba dan antimaysir
Prinsip Dasar Operasi - Bebas nilai (prinsip materialis)
- Uang sebagai Komoditi
- Bunga - Tidak bebas nilai (prinsip syariah Islam)
- Uang sebagai alat tukar dan bukan komoditi
- Bagi hasil, jual beli, sewa
Prioritas Pelayanan Kepentingan pribadi Kepentingan public
Orientasi Keuntungan Tujuan social-ekonomi Islam, keuntungan
Bentuk Bank komersial Bank komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi-porpose
Evaluasi nasabah Kepentingan pengembalian pokok dan bunga (creditworthiness dan collateral) Lebih hati-hati karena partisipasi dalam resiko
Hubungan Nasabah Terbatas debitor-kreditor Erat sebagai mitra usaha
Sumber Likuiditas Jangka Pendek Pasar Uang, Bank Sentral Pasar Uang Syariah, Bank Sentral
Pinjaman yang diberikan Komersial dan nonkomersial. Berorientasi laba Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba dan nirlaba

Bentuk-bentuk musyarakah antara lain :
a. Musyarakah Tetap
Bentuk akad musyarakah yang paling sederhana adalah musyarakah tetap ketika jumlah dan porsi modal yang disertakan oleh masing-masing mitra tetap selama periode kontrak.
b. Musyarakah Menurun
Bentuk akad lain yang merupakan pengembangan dari musyarakah adalah musyarakah menurun. Pada kerja sama ini, dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama suatu aset dalam bentuk property, peralatan, perusahaan, atau lainnya. Bagian asset pihak pertama, sebagai pemodal, kemudian dibagi ke dalam beberapa unit dan disepakati bahwa pihak kedua, sebagai klien, akan membeli bagian asset pihak pertama unit demi unit secara periodic sehingga akan meningkatkan bagian asset pihak kedua sampai semua unit milik pihak pertama terbeli semua dan asset sepenuhnya milik pihak kedua. Keuntungan yang dihasilkan pada tiap-tiap periode dibagi sesuai porsi kepemilikan asset masing-masing pihak saar itu.
c. Musyarakah Mutanaqishah
Salah satu bentuk musyarakah yang berkembang belakangan ini adalah musyarakah mutanaqishah, yaitu suatu penyertaan modal secara terbatas dari mitra usaha kepada perusahaan lain untuk jangka waktu tertentu, yang dalam dunia modern biasa disebut Modal Ventura, tanpa unsur-unsur yang dilarang dalam Syariah, seperti riba, maysir, dan gharar.

2. Mudharabah
Secara singkat mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan (Al-Mushlih dan Ash-Shawi, 2004)
Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan akan bagi hasil ketika pemilik dana/modal (pemodal), biasa disebut shahibul maal/rabbul maal, menyediakan modal (100 persen) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad (yang besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar).
Shahibul maal (permodal) adalah pihak yang memiliki modal, tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola atau entrepreneur) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal.
Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha, dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, sedangkan pengelola kehilangan tenaga dan keahlian yang telah dicurahkannya. Apabila terjadi kerugian karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab sepenuhnya.
Pengelola tidak ikut menyertakan modal. Tetapi menyertakan tenaga dan keahliannya, dan juga tidak meminta gaji atau upah dalam menjalankan tugasnya. Pemilik dana hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan ikut campur dalam manajemen usaha yang dibiayainya. Kesediaan pemilik dana untuk menanggung risikp apabila terjadi kerugian menjadi dasar untuk mendapat bagian dari keuntungan. Bagan mudharabah dapat dilhat pada Gambar 25.










Dalam satu kontrak mudharabah pemodal dapat bekerja sama dengan lebih dari satu pengelola. Para pengelola tersebut seperti bekerja sama dengan lebih dari satu pengelola. Para pengelola tersebut seperti bekerja sebagai mitra usaha terhadap pengelola yang lain. Nisbah (porsi) bagi hasil pengelola dibagi sesuai kesepakatan di muka.
nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola harus disepakati di awal perjanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam Syariah, tetapi tergantung kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil bisa dibagi rata 50:50, tetapi bisa juga 30:70, 60:40, atau proporsi lain yang disepakati. Pembagian keuntungan yang tidak diperbolehkan adalah dengan menentukan alokasi jumlah tertentu untuk salah satu pihak. Diperbolehkan juga untuk menentukan proporsi yang berbeda untuk situasi yang berbeda. Misalnya, jika pengelola berusaha di bidang produksi, maka nisbahnya 50 persen, sedangkan kalau pengelola berusaha di bidang perdagangan, maka nisbahnya 40 persen.
Di luar porsi bagi hasil yang diterima pengelola, pengelola tidak diperkenankan meminta ga ji atau kompensasi lainnya untuk hasil kerjanya. Semua mazhab sepakat dalam hal ini. Namun demikian, Imam Ahmad memperbolehkan pengelola untuk mendapatkana uang makan harian dari rekening mudharabah. Ulama dari mazhab Hanafi memperbolehkan pengelola untuk mendapatkan uang harian (seperti untuk akomodasi, makan, dan transport) apanibila dalam perjalanan bisnis ke luar kota.
Rukun dari akad mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1. Pelaku akad. Yaitu shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis , dan mudhaerib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak punya modal;
2. Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh); dan
3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
Sementara itu, syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam mudharabah terdiri dari syarat modal dan keuntungan. Syarat modal. Yaitu :
1. Modal yang harus berupa uang;
2. Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya;
3. Modal harus tunai bukan utang; dan
4. Modal harus diserahkan kepada mitra kerja
Sementara itu. Syarat keuntungan, yaitu keuntungan harus jelas aturannya; dan keuntugan harus dengan pembagian yang disepakati kedua belah pihak.
Syarat lain akad udharabah muqayyadah ‘executing’ (on balance sheet) dan mudharabah muqayyadah ‘channeling’ (off balance sheet) adalah sebagai berikut:
- Mudharabah muqayyadah on balance sheet (executing);
Pemodal menetapkan syarat ;
Kedua pihak sepakat dengan syarat usaha, keuntungan;
Bank memisahkan dana.
- Mudharabah muqayyadah off balance sheet (channeling):
Penyaluran langsung ke nasabah;
Bank menerima komisi;
Bank menerbitkan bukti investasi khusus; dan
Bank mencatat di rekening administrasi;
Beberapa syarat pokok mudharabah menurut Usmani (1999) antara lain sebagai berikut:
a. Usaha mudharaba. Shhibul maal boleh menentukan usaha apa yang akan dilakukan oleh mudharib, dan mudharib harus mengivestasikan modal ke dalam usaha tersebut saja. Mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah (mudharabah terikat). Akan tetapi, apabila shahibul maal mwmberikan kebebasan kepada mudharib untuk melakukan usaha apa saja yang dimaui oleh mudharib, maka kepada mudharib hahrus diberi otoritas untuk mengivestasikan modal ke dalam usaha yang dirasa cocok. Mudharabah seperti ini disebut mudharabah mutlaqah mudharabah tidak terikat).
Seorang shahibul maal dapat melakukan kontrak mudharabah dengan lebih dari satu orang mudharib melalui satu transaksi. Hal ini berarti bahwa shahibul maal dapat menawarkan modalnya kepada A dan B sehingga masing-masing bertindak sebagai mudharib untuknya dan modal mudharabah dapat digunakan bersama oleh mereka, dan bagian mudharib harus dibagi di antara mereka dengan proporsi yang disepakati bersama.
Dalam kasus ini kedua mudharib harus menjalankan usaha seperti mitra usaha satu terhadap yang lain. Kepada mudharib, secara individu atau bersama, diberi otoritas untuk menjalankan apa saja sebagaimana layaknya suatu usaha. Namun demikian, jika mereka ingin melakukan kerja ekstra, di luar kebiasaan usaha, mereka tidak dapat melakukannya tanpa izin dari shahibul maal.
b. Pembagian keuntungan. Untuk validitas mudharabah diperlukan bahwa para pihak sepakat, pada awal kontrak, pada proporsi tertentu dari keuntungan nyata yang menjadi bagian masing-masing. Tidak ada proposri tertentu yang ditetapkan oleh Syariah, melainkan diberi kebebasan bagi mereka dengan kesepakatan bersama. Mereka dapat membagi keuntungan dengan proporsi yang sama. Mereka juga dapat membagi keuntungan denagn proporsi berbeda untuk mudharib dan shahibul maal. Namun demikian, mereka tidak boleh mengalokasikan keuntungan secara lumsum untuk siapa saja dan mereka juga tidak boleh mengalokasikan keuntungan dengan tingkat presentase tertentu dari modal. Misalnya, jika modal Rp 100 juta, mereka tidak boleh sepakat terhadap syarat bahwa mudharib akan mendapatkan Rp 10 juta dari keuntungan, atau terhadap syarat bahwa 20 persen dari modal harus menjadi bagian shahibul maal. Namun, mereka boleh sepakar bahwa 40 persen dari keuntungan riil menjadi bagian shahibul maal dan 60 persen menjadi bagian mudharib atau sebaliknya.
c. Penghentian mudharabah. Kontrak mudharabah dapat dihentikan kapan saja oleh salah satu pihak dengan syarat member I tahu pihak lain terlebih dahulu. Jika semua asset dalam bentuk cair/tunai pada saat usaha dihentikan, dan usaha telah menghasilkan keuntungan, maka keuntungan dibagi sesuai kesepakatan terdahulu. Jika asset belum dalam betnuk cair/tunai, kepada mudharib harus diberi waktu untuk melikuidasi asset agar keuntungan atau kerugian dapat diketahui dan dihitung.
Terdapar perbedaan pendapat di antara para ahli Fikih apakah kontrak mudharabah boleh dilakukan untuk periode waktu tertentu dan kemudian kontrak berakhir secara otomatis. Hanafi dan Hambali berpendapat boleh dilakukan, seperti satu tahun, enam bulan, dan seterusnya. Sebaliknya, mazhab Syafi’I dan Maliki berpendapat.....

1 komentar:

  1. Harrah's Philadelphia Hotel & Casino - JTA Hub
    Harrah's Philadelphia Hotel & 춘천 출장안마 Casino 천안 출장샵 · Harrah's Philadelphia Casino is one 청주 출장샵 of the oldest casino hotels in the world. · The property 화성 출장샵 is 군산 출장샵 located on the Philadelphia

    BalasHapus