Menurut SK Mendagri No. 65 tahun 1995. Manajemen Kota adalah pengelolaan sumber daya perkotaan yang berkaitan dengan bidang-bidang tata ruang, lahan, ekonomi, keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa, investasi, prasarana dan sarana perkotaan; serta disebutkan pula bahwa pengelola perkotaan adalah para pejabat (Pemerintah) pengelola perkotaan. Manajemen Kota meliputi pula kesejahteraan warga kota dalam arti yang luas. Atas dasar ini fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh manajemen perkotaan biasanya meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perkembangan kota.
Manajemen kota dengan sistem Top Down artinya adalah perencanaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang berwal dari perencaan hingga proses evaluasi, dimana peran masyarakat tidak begitu berpengaruh. Pada kenyataannya sitem ini tidak dapat menjawab secara keseluruhan masalah penataan kawasan perkotaan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya,dll. Dari tahun ke tahun managemen kota itu selalu terulang dan akibatnya masyarakat yang menjadi korban. Diantaranya yaitu perjalanan menjadi terhambat, masyarakat menjadi pasif, tidak merasa berkepentingan, dan akhirnya justru akan mengalami kemunduran kemampuan dan kemunduran tanggung jawab, berdampak banjir dan kualitas pembangunan pun menjadi tidak tepat guna dan sasaran.
Adapun kelemahan dari sistem “TOP DOWN” adalah :
1. Masyarakat tidak bisa berperan lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih dominan bila dibanding peran dari masyarakat itu sendiri.
2. Masyarakat tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
3. Peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir.
4. Tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada masyarakat tidak terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu memahami hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat.
5. Masyarakat akan merasa terabaikan karena suara mereka tidak begitu diperhitungkan dalam proses berjalannya suatu proses.
6. Masyarakat menjadi kurang kreatif dengan ide-ide mereka.
Melihat permasalahan tersebut Pemerintah dalam manajemen kota tidak lagi menggunakan sistem Top-Down akan tetapi dengan menggunakan sistem Bottom Up. Artinya adalah perencanaan yang dilakukan masyarakat lebih berperan dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan sedangkan pemerintah pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam suatu jalannya program. Inti dari sitem bottom up ini yaitu partisipasi masyarakat memiliki andil yang besar dalam manajemen kota. Akan tetapi sistem ini juga memiliki kekurangan tersendiri.
Kelemahan dari sistem “BOTTOM UP” adalah
1. Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
2. Hasil dari suatu program tersebut belum tentu biak karena adanya perbadaan tingkat pendidikan dan bisa dikatakn cukup rendah bila dibanding para pegawai pemerintahan.
3. Hubungan masyarakat dengan pemerintah tidak akan berlan lebih baik karena adanya silih faham atau munculnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan kerancuan bahkan salah faham antara masyarakat dengan pemerintah dikarenakan kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah dan juga masyarakat.
Pada dasarnya, tidak semua manajemen kota dengan sistem top down keliru dan tidak semua manajemen kota dengan sistem bottom up benar. Tetapi, jika prinsip pengelolaan pembangunan yang diterapkan merupakan kombinasi antara kedua prinsip tersebut, maka pengelolaan pembangunan yang berpihak pada masyarakat pasti terjawab. Oleh karena itu, sistem yang dianggap paling baik adalah suatu sistem gabungan dari kedua janis sistem tersebut karena banyak sekali kelebihan yang terdapat didalamya antara lain adalah selain masyarakat mampu berkreasi dalam mengembangkan ide-ide mereka sehingga mampu berjalan beriringan bersama dengan pemerintah sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan dalam menjalankan suatu program tersebut.
Berikut ini adalah contoh penerapan Manajemen Kota dengan kombinasi dari sistem top down dan sistem bottom up dalam pengembangan kawasan permukiman. Manajemen kota berbasis partisipasi masyarakat ( dengan kombinasi prinsip sistem top down dan bottom up) dapat dilakukan dalam bentuk pengembangan permukiman zonasi berbasis kampung. Dalam program ini, pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal dalam pengembangan tata ruang mikro. Pengembangan ini dapat membangun tata ruang mikro yang lebih mudah dikontrol oleh stakeholder yang terkait, yaitu warga kampung itu sendiri. Sebagai contoh kasus, di kota-kota kecil sampai sedang elemen perumahan atau fungsi campuran (rumah-toko, rumah-warung, rumah-bengkel, rumah-kebun) menjadi unsur yang mendominasi wujud fisik kota-kota. Pola tata kelola kawasan permukiman tersebut mencerminkan eratnya hubungan antara tempat tinggal dan mata pencaharian.
Kombinasi kedua prinsip ini (top down dan bottom up) dalam penataan kawasan permukiman juga diperlukan untuk peningkatan kelestarian lingkungan dan penanganan masalah banjir. Sejalan dengan makin terasanya dampak perubahan iklim global, ditambah lagi dengan perubahan penggunaan lahan di kawasan hulu, serta pembangunan-pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan, acap kali terjadi bencana (misalnya : banjir). Pada dasarnya, bencana ini disebabkan oleh tidak terkendalinya pembangunan perumahan dan permukiman di sepanjang daerah resapan air, bahkan di sepanjang bantaran sungai dan badan-badan air lainnya
Oleh karena itu dalam pengembangan kawasan permukiman perlu melibatkan partisipasi masyarakat melalui institusi warga yang dibentuk untuk menyelenggarakan tata kelola kewilayahan (area governance), perencanaan tersebut difasilitasi untuk mengarah pada model pembangunan permukiman yang lestari dan berkelanjutan dengan menerapkan kawasan budidaya dan kawasan penyangga secara mikro. Pemerintah dalam hal ini memberikan masukan gagasan awal aturan dasar pengelolaan wilayah dan penangan masalah. Sedangkan masyarakat memiliki andil dalam mewujudkan rencana tersebut. Melalui sistem tata kelola kewilayahan mikro yang baik, maka hal-hal yang terkait dengan pencegahan dan pengendalian banjir aka lebih mudah dilakukan, karena di dalamnya warga juga diajak untuk menciptakan lingkungan yang lestari melalui pembangunan permukiman yang memperhatikan keseimbangan ekologis di dalamnya. Karena aturan pengembangan dibuat sendiri oleh warga (dengan panduan dari pemerintah kota), tentu saja warga akan berusaha mengontrol antar sesama mereka.
Model ini bisa diintegrasikan dengan tata ruang makro (skala kota) secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem fasilitasi antar wilayah yang kemudian membentuk satuan wilayah perkotaan. Pada tingkat satuan wilayah perkotaan keberadaan permukiman kota sudah perlu diintegrasikan dengan berbagai fasilitas pendukung kota seperti pasar, terminal, sarana pendidikan terpadu, puskesmas terpadu, layanan jasa terpadu (kantor pos, telepon, internet, layanan informasi, bank/ lembaga keuangan mikro, layanan hukum dan sebagainya).
Manajemen kota dengan kombinasi prinsip sistem top down dan bottom up ini juga membantu dalam pembiayaan pembangunan. Pemerintah yang dalam pembiayaan pembangunan memiliki anggaran yang terbatas dapat dibantu dengan pembiayaan swadaya oleh masyarakat. Selanjutnya, hal ini dapat mencegah dari penggunaan pembiayaan pembangunan dengan hutang luar negeri.
Kesimpuannya, tidak ada pendekatan pembangunan yang ekstrem top down dan juga tidak ada yang ekstrem bottom up. Tidak semua manajemen kota dengan sistem top down keliru dan tidak semua manajemen kota dengan sistem bottom up benar. Tetapi, jika prinsip pengelolaan pembangunan yang diterapkan merupakan kombinasi antara kedua prinsip tersebut, maka pengelolaan pembangunan yang berpihak pada masyarakat dapat terjawab. Terlepas dari tingkat perkembangan masyarakat, proses pembangunan harus menjadi proses belajar hadap masalah (problem possing) bagi masyarakat untuk terus berkembang kemampuan dan kemauannya. Proses pembangunan harus mendorong daur maju perkembangan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar